Thursday, 28 February 2019

Tanda Tangan Juragan Batik

Dalam batik koleksi ini, Anda akan menjumpai sejumlah batik yang sama atau mirip dengan yang dimiiiki oleh Tropenmuseum di Amsterdam ataupun oleh kolektor- kolektor lain.
Pembuatnya memang tidak selalu mengbasilkan sehelai saja, tetapi bisa beberapa helai kalau batik itu bagus dan peminatnya banyak. Namun persamaan atau kemiripan itu bisa juga terjadi akibat titu-meniru dan bahkan jiplak-menjiplak yang sudah merebak sejak waktu itu. Sekadar contoh: Batik yang menggambarkan dongeng Si Tudung Merah atau Red Riding Hood atau Roodkapje termasuk laris sampai banyak ditiru. Begitu puia gambar bangau Lien Metzelaar dan buketan E. van Zuylen.
Supaya pelanggan tidak terkecoh oleh peniru, sejak 1870 juragan-juragan Indo-Eropa dan kemudian juga para juragan lain, memberi tanda tangan di sisi kiri atas bagian kepala kain yang sudah digambari dengan malam. Tapi cuma dengan pensil, lalu perajin menelusuri tanda tangan itu dengan canting untuk ditutupi dengan malam.
Penghasil batik belanda yang paling terkenal, Eliza (Lies) van Zuylen, menandatangani batiknya sejak awal proses pembuatan. Tidak cukup dengan tanda tangan, tetapi juga dengan cap tinta cina seperti yang dilakukan juragan-juragan batik Cina peranakan sebelumnya. Bahkan ia memberi nomor pada batiknya. Namun rupanya itu bukan jaminan untuk tidak ditiru.
Selain untuk melindungi desain dan melindungi batik dari dicuri saat pengerja batik membawanya ke tempat lain untuk pewarnaan, membubuhkan cap yang berisikan nama dan alamat pembatik juga merupakan sarana untuk beriklan.



Penjaga Empat Penjuru Dunia

Berabad~abad sebelum tarikh Masehi, orang-orang Cina percaya kalau dunia dijaga oleh empat makhluk sakti. Naga berjaga di Timur, Kilin di Barat, Burung Hong di Selatan dan Kurakura di Utara. Cina berada di tengah kawasan yang dijaga itu.
Naga
Naga Cina disebut Long dalani bahasa Mandarin, dan Liong dalarn dialek Hokian. Ia mulai dikenal sejak kira~kira 3.000 tahun yang lalu.

Penampilannya berbeda dengan Naga Jawa yang seperti ular bermahkota, dengan Naga Eropa yang mirip dinosaurus bersayap dan dengan Naga India yang sering digambarkan mirip uiar kobra. Naga Cina ada bermacam-macam jenisnya. Yang paling dikenai adalah yang hijau kebiruan.
Kepalanya dikatakan seperti kepala kuda atau unta, tetapi bermisai. Giginya runcing seperti gigi harimau, tanduknya seperti milik rusa jantan raksasa, sedangkan matanya seperti mata keiinci. Ada pula yang menyatakan matanya seperti mata setan. Daun telinganya seperti miiik lembu jantan. Tubuhnya panjang seperti ular, ditutupi 117 sisik yang bentuknya seperti sisik ikan ernas. Keempat kakinya niemiliki cakar seperti elang. Cakarnya bias lima, empat atau tiga.

Soal cakar ini tidak boleh sembarangan. Naga adalah lambang kaisar Cina. Curna naga kekaisaran yang boleh meniiiiki lima cakar. Pakaian pembesar di bawah kaisar cuma boleh dihias dengan naga bercakar empat. Naga bercakar tiga adaiah miiik orang-orang yang berkedudukan sosiai lebih rendah lagi.
Naga yang berpenampilan demikian dikenal pula di Jepang, Korea dan di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Konon naga kekaisaran Korea di Istana Gyeongbok yang terletak di sebeiah utara Seoul memiiiki tujuh cakar, tetapi disembunyikan di atas kasau penyangga atap supaya tidak ketahuan kaisar Cina. Akhirnya Jepang yang menghancurkan istana itu, bukan Cina.A1asannya pun bukan karena naga bercakar tujuh.
Naga kerap digambarkan dikelilingi air atau awan. Makhluk ini diagungkan karena dipercaya memiliki kekuasaan dan kesaktian yang luar biasa. Ia bisa terbang, bisa pula hidup di dasar lautan dan ada pula yang tinggal di dalam tanah.
Naga Cina umnmnya dianggap sebagai pelindung, penolak bala, pemberi rezeki dan kesuburan karena menurunkan hujan, Walaupun kalau sedang murka bisa mendatangkan kemarau panjang dan banjir di darat serta badai di laut.
Hiasan berupa naga pada pakaian, bangunan, perabot rumah tangga, keramik dsb. dianggap bias menolak bala dan memberi keberuntungan. Jadi berbeda dengan Naga Eropa yang dianggap sebagai makhluk jahat pembawa bencana. Sampai saat ini, kain batik untuk menggendong anak, banyak yang masih dihiasi dengan gambar naga.
Banyak orangtua Cina mengharapkan putranya “menjadi naga artinya sukses dan berkuasa. Harapan ini di antaranya dinyatakan dengan rnemberi nama “Long” atau “Lung/Loong” atau “Liong” kepada anaknya. Kadang-kadang ada anak bernama “Long” atau “Leong” atau “Liong” yang sering sakit gara-gara “keberatan namaf sehingga harus diberi nama baru dalam usaha menyembuhkannya.
Bukan cuma orang, konon ikan pun banyak yang ingin menjadi naga. Untuk itu mereka harus berusaha mengatasi pelbagai kesulitan dalam mencapai air terjun “Gerbang Naga” di Sungai Kuning. Kalau mereka berhasil melompati air terjun itu, berarti mereka lulus ujian dan berubah menjadi naga.
Tiap jenis naga memiliki tugas yang berbeda. Yang banyak dikenal di Indonesia adalah Donghai Longwang, Raja Naga dari Laut Timur. Tokoh itu dalam dialek Hokian biasa disebut Hai Liong Ong.
Burung hong
Burung hong (fenghuang) sering disebut sebagai phoenix, Walaupun sebenarnya berbeda dari phoenix yang berasal dari Mesir.

Pada kain-kain batik di Indonesia ia digambar kan berbeda-beda. Kadang-kadang penampilannya rnirip burung kuao dengan ekor panjang dan indah. Kadang-kadang distilasi sehingga cuma berbentuk garis-garis sederhana. Burung hong bisa merah, bias juga berwarna-warni. Konon warna-warna pada bulu burung itu melambangkan lima sifat baik yang patut diutamakan. Hitam melambangkan kesetiaan, putih kejujuran, merah kesantunan, hijau keadilan dan kuning kemurahan hati.

Kalau Naga bersifat yang, maka burung hong bersifat yin. Kalau naga merupakan lambang kaisar, maka burung hong melambangkan permaisuri. Kalau naga melambangkan keperkasaan, maka burung hong melambangkan kelembutan dan keanggunan. Di Jawa pada masa yang silam, burung hong pada batik dianggap penolak bala.
Naga yang disandingkan dengan burung hong melambangkan kebahagiaan pernikahan.
Kilin
Qilin atau kilin adalah makhluk bertubuh seperti rusa tetapi bersisik seperti ikan emas. Kepalanya seperti naga, lengkap dengan tanduknya. Ada kilin yang digambarkan cuma memiliki satu tanduk, sehingga Salah kaprah dikatakan Unicorn Cina. Kuku kakinya seperti kuku sapi, Walaupun ada yang mengatakan seperti kuku kuda. Ekornya seperti ekor singa, tetapi ada yang menggamharkannya seperti ekor Sapi. Kadang-kadang tubuhnya digambarkan berapi-api.

 Walaupun penampilannya sangar, kilin dianggap makhluk yang lembut. Ia melangkah hati-hati supaya ticlak menginjak makhluk dan bahkan juga tanaman hidup. Kilin dikatakan Vegetarian. Bahkan ia hanya makan rumput yang sudah kering, bukan rumput hidup. Ia mampu berjalan cli atas air. Konon kilin muncul menjelang kelahiran orang bijak seperti umpamanya Kong Fuzi, yang di Indonesia lebih dikenal sebagai Kong Hu Cu (551-479 SM), seorang pemikir dan filsuf sosial yang termasyhur.
Selain mengisyaratkan kabar baik, kilin melambangkan kemurnian, kebenaran, keadilan, kemak-muran Serta kedamaian. Ia juga dianggap pemberi kesuburan kepada orang-orang yang mandul.
Ketika Laksamana Zheng He (1371-1435) kembali ke Cina dari salah satu perlawatannya, ia membawa sepasang jerapah dari Afrika Timur. Banyak orang mengira binatang itu kilin, padahal lehernya sangat panjang. Laksamana Zheng He, seorang kasim yang beragama Islam, sempat singgah di beberapa pelabuhan di Nusantara. Di Indonesia ia lebih dikenal sebagai Laksarnana Cheng Ho. Di Semarang ada kelenteng tempat ia dipuja dan disebut Sam Poo Kong.
Kilin sudah dikenal pada abad ke-5 sebelum Masehi. Namun, kemudian kedudukannya sebagai penjaga dunia digantikan oleh harimau putih.
Kura-kura
Dari empat makhluk penjaga dunia itu, hanya kura-kura yang bisa kita saksikan dalam kehidupan nyata. Tempurung kura-kura bagian atas dianggap sebagai kubah langit atau surga dan bagian bawahnya sebagai bumi. Karena umur kura-kura relative panjang, ia dijadikan lambang panjang umur dan bahkan keabadian.

 Kuta-kura menjadi pahlawan yang tangguh dalam banyak legenda Cina, sehingga disebut “Pejuang Hitam” yang melambangkan kegigihan, kekuatan dan tidak terternbus musuh.karena itulah tentara kaisar membawa bendera naga yang melambangkan kekuatan yang tak tertahankan dan bendera kura-kura yang melambangkan pertahanan yang tidak tertembus lawan.
Selain itu, kura-kura dianggap mengundang rezeki dan nasib baik. Sampai sekarang, masih dikenal sesaji dan penganan dari tepung ketan yang dicetak berbentuk kura-kura. Kue ku ketan yang diisi adonan kacang itu rasanya manis dan dibuat untuk mengundang kemakmuran, keserasian dan kearnanan, Walaupun kini di Indonesia sebagian orang menganggapnya sebagai penganan biasa.

Gendongan Memberi Rasa Aman

Di masa yang lampau, bagi banyak penduduk Indonesia, batik merupakan barang yang menyertai mereka dari lahir sampai meninggal. Bayi digendong atau dibuai dengan kain batik. Ranjangnya rnungkin dialasi dengan batik. Kalau ia menangis, ibunya menyapu air matanya dengan ujung kain batiknya. Kemudian ia memanfaatkan batik sebagai selirnut atau pakaian atau ikat kepala.
Ketika ia tua dan meninggal, jenazahnya dibaringkan di atas hamparan kain batik atau ditutupi dengan kain batik sebelum dibawa ke makam. Perempuan Cina peranakan banyak yang dibekali batik kesayangannya saat dimasukkan ke peti jenazah.
Di masa yang lampau, batik memang akrab dengan manusia Indonesia dan memberi rasa aman. Menurut Rens Heringa, di Tuban selendang untuk gendongan disebut sayut. Sayut artinya “membalut”, “melingkar”, “bersatu membela sesama”, Sementara dalam bahasa Jawa Kuno, sayut berarti menolak bala.
Motif yang ada pada sayut ini pun sarat makna. Misalnya, sayut dengan satu warna (biru), biasanya disebut putihan, dianggap mempunyai kekuatan untuk melindungi anak. Konon menurut filsafat orang Jawa, warna biru-putih berhubungan dengan arah timur laut, yang terletak antara arah utara (kematian) dan timur (kelahiran), yaitu daerah siklus kehidupan manusia yang berulang.
Meskipun banyak orang menggunakan kain panjang sebagai aiat untuk menggendong anak, sebenarnya ada batik yang khusus dibuat untuk gendongan. Panjangnya sekitar 300 X 80 cm atau 300 X 100 cm, dengan perbedaan ukuran yang tak jauh dari itu.
Kota-kota penghasil batik yang diketahui memproduksi gendongan antara lain adalah Lasem, Pekalongan, Madura, Juwana, Cirebon dan Tasik malaya. Meskipun gendongan umumnya memiliki kepala seperti kain sarung, ada juga gendongan tanpa kepala yang sepintas mirip seperti kain panjang.
Motif kain gendongan ini juga cukup variatif dan banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Cina. Dari yang motif buketan sampai motif hewan. Motif hewan biasanya sarat dengan symbol di dalamnya. Bagi kaum Cina peranakan, gajah misalnya melambangkan kekuatan, memiliki moral yang tinggi, dan kesabaran. Sementara kilin yang melambangkan kebijakan dianggap sebagai penjaga pintu surga. Dengan memakai gendongan bermotif kilin diharapkan si anak akan mendapatkan rasa aman. Angsa dimaknai sebagai lambang keindahan, burung hong dianggap menjadi lambing kebaikan atau keberhasilan. Kupu-kupu melambangkan cinta kasih. Jika burung melambangkan kebahagiaan, maka anjing melambangkan keuntungan yang akan diperoleh. Bahkan kalajengking yang beracun, dianggap penghalau roh jahat.
Selain hewan, motif flora juga memiliki arti yang bermacam-macam. Bunga teratai misalnya, dipercaya akan membawa keberuntungan bagi anak yang digendong, bunga botan, anggur dan sulur mencerminkan umur panjang.


Cerita Wayang Di Balik Batik Wayang

BATIK WAYANG
Batik laksana wayang beber ini dibuat di pembatikan Nyonya Carolina Maria Meyer~ de Batts sekitar tahun 1870-1880. Ny. Meyer adalah seorang wanita Indo-Belanda yang lahir di Yogya dan meninggal di Pekalongan.
Tropenmuseum di Amsterdam juga mempunyai kain kuno bermotif wayang yang menceritakan cerita Panji. Namun yang ditampilkan dalam batik Ny. Meyer ini adalah cerita Wayang yang diilhami kakawin Arjuna Wiwaha karangan Mpu Kanwa sekitar tahun 1030, yaitu pada masa pemerintahan Raja Airlangga (1019-1042) di Iawa Timur.
Menarik sekali bahwa selain tokoh-tokoh wayang, lengkap dengan gunungannya, pada kain ini kita melihat tumbuh-tumbuhan seperti manggis dan juga burung hong dan burung lain, serta kalajengking, kaki seribu, capung, laba-laba, cecak, kelelawar dan kupu-kupu yang ukurannya tidak proporsional dibandingkan dengan ukuran manusia dan dewa di kain itu. Walaupun motif utama pada kain ini diberi warna biru dari bahan indigo dan dibuat di Pekalongan, tetapi warna merah tepinya dibuat di Lasem.
Latarnya yang putih tua diberi hiasan cocohan, yaitu titik-titik yang dibuat dengan menusuk-nusukkan alat yang ujungnya berupa deretan jarum pada kain yang sudah ditutupi malam, sebelum pencelupan.
Berikut ini cerita Arjuna Wiwaha versi wayang.

CERITA WAYANG

 1. Seorang raksasa sakti bernama Niwatakawaca bersiap-siap menyerbu kahyangan kediaman Batara Indra. Raksasa itu tidak bisa dikalankan olen dewa rnaupun raksasa. Ia nanya bisa dikalankan olen manusia. Jadi, para dewa berunding mencari manusia yang tepat untuk rnengnadapi raksasa itu. Pilinan aknirnya jatuh pada Arjuna. Namun ia sedang bertapa memohon kesaktian di G. lndrakl|a.Tapi mau dan mampukan Arjuna mengalankan Niwatakawaca?
2. Batara Narada nnengutus tujuh bidadari cantik, diantaranya Dewi Suprabha untuk menggoda Arjuna yang sedang bertapa. Ternyata Arjuna tidak tergoda. Sekali lagj Arjuna diuji. Batara Indra mendatangjnya dengan menyamar sebagai resi tua. Arjuna nnenghentikan tapanya sejenak untuk rnelayani.Terungkaplah tujuan Arjuna bertapa, yajtu meminta kesanggupan rnenegakkan keadilan, Indra pulang dengan keyakinan Arjuna mau rnembantu dan Batara Guru akan berkenan menganugerahkan senjata pannungkas kapada Arjuna
3. Niwatakawaca rnendengar apa yang terjadi di Indrakita diutusnya seorang raksasa bernama Mamangmuka untuk rnennbunuh Arjuna. Mamangmuka dalarn wujud seekor babi hutan mernbuat kegaduhan di pertapaan Arjuna. Arjuna keluar dan rnemanah babi hutan itu. Pada saat yang bersarnaan, rnuncullah Batara Guru yang menyarnar sebagai seorang pernburu dan suku Kirata dan melepaskan anak panah juga. Anak panah mereka sarna-sama rnengenai babi nutan itu.
4. Mereka bertengkar, masing-masing mengaku dirinyalah yang rnernbunuh babi hutan itu terjadilah perang tanding yang seru. Saat Arjuna hampir kalah, ia tidak mau rnelepaskan kaki lawannya, Saat itulah Batara Guru nnenampakkan jati dirinya dan memberi Arjuna anak panan Pasopati yang tidak bisa dinindari lawan. Lalu dating utusan Dewa Indra, rnerninta Arjuna membantu mernbunuh Niwatakawaca. Arjuna bersedia.

  5. Di kahyamgan diaturlah strategi umtuk memgetahui titik kelemaham raksasa itu. Dewi Suprabha yang samgat camik dan sudah lama menjadi incaran Niwatakawaca pura-pura meminta perlimdurngan kepada sang raksasa. Niwatakawaca sangat senang. Berkat rayuan Suprabha, diketahuilah bahwa kelemahan raksasa itu terletak pada langit-langit mulutnya. Sememara itu, Arjuna yang memakai aji pamglimunan untuk tidak tampak, selalu mendampingi Suprabha supaya tak dapat disemuh oteh Niwatakawaca.
6. Dewi Suprabna merninta Niwatakawaca untuktidak menyentuhnya sampai keesokan harinya, Niwatakawaca mengabulkan permintaan itu. Namun, begitu rnengetahui kelemahan raksasa itu, Arjuna segera rnelarikan Suprabha kernbali ke kahyangan Batara Indra. Ketika menyadan ia kena tipu, Niwatakawaca tentu saja sangat gusar. Bersama Momongdono dan Buto Cakil ia langsung menyerbu kahyangan tempat Dewa Indra. Karena para raksasa itu sangat sakti, lawannya pun Segera kocar-kacir.
7. Arjuna mernbaur di antara tentaranya. Para punakawan rnernancing Niwatakawaca agar marah. Raksasa itu berkoar~koar karena sangat murka. Akibatnya, ia tidak waspada. Saat mulutnya terpentang lebar, Arjuna segera melepaskan anak panannya. Karena ia pemanah yang ulung, anak panannya tepat menancap di iangit-langit mulut raksasa itu. Nwatakawaca pun langsung tewas. Anak buahnya pun bias dikalahkan dengan mudah.
8. Sebagai imbalan atas jasa Arjuna, ksatria Pandawa itu langsung dinikahkan dengan tujuh bidadari, diantaranya dengan Dewi Suprabha dan Dewi Tilotama. Namun, tujuh hari kemudian atau tujuh bulan menurut hitumgam di bumi, Arjuna pamit untuk kembali kepada saudara-saudaramya di bumi. Walaupum hidup di kahyangan lebih meyenangkan, tetapi batinnya terdorong umtuk menegakkan keadilan di kalangan manusia di bumi.
.

Wednesday, 27 February 2019

Kain panjang berbadan lereng


Kain panjang ukuran 251 X106 cm Badan: Lereng Tahun:ca.195O Asal: Garut Pembatikan: Ny. Tan Tjeng Tong Pengaruh: Jawa

Kain panjang berbadan Lereng banji


Kain panjang ukuran 255 X105 cm Baden: Lereng banji Tahun:ca. 192O Asal: Cirebon

Kain panjang bangbangan




Kain panjang bangbangan ukuran: 254 X104 cm Badan: Jamblang Kepala: Pucuk rebung Tahun: ca. 1910 Asel: Cirebon

Kain panjang tiga negeri


Kain panjang tiga negeri ukuran: 254 X104 cm Badan: Sawat latar ukel Tahun: ca.191O Asal: Cirebon

Kain panjang bangbangan 2 kepala


Kain panjang bangbangan 2 kepala ukuran: 163 x 99 cm Badan: Banji Kepaia: Pucuk rebung Tahun:ca_191O Asal: Cirebon Pemgaruh: Cina

Kain panjang bang Ungon



Kain panjang bang Ungon ukuran 261 x 105 cm Badan: Jamblang (kota-kotak) dengan aneka satwa Kepala: Pucuk rebung Tahun: ca, 1890/1900 Asal: Cirebon

Kain berbadan bangau dan buketan


Kain panjang ukuran 266 X103 cm Baden: Bangau dan buketan Tanun:ca.1920/1930 Asal: Garut Pengaruh: Belanda Batik ini merupakan Salah sayu batik yang memakai motif bangau yang mirip dengan yang telah dibuat oleh Lien Metzelaar.

Batik Garut

Letak Garut di selatan, berdekatan dengan Ciamis dan Tasikmalaya. Jadi Warna dan ragam bias batiknya pun lebih mendekati kedua tetangganya. Namun tidak lepas dari pengaruh Solo-Yogya maupun Pekalongan dan Cirebon. Kebudayaan Cina dan Belanda yang diadaptasi batik pesisir, tidak luput juga memengaruhi batik Garut seperti yang kita lihat pada batik-batik berikut ini:

Batik Indramayu


Batik Indramayu sendiri sering disebut dermayon dan dulu banyak dibuat oleh istri para nelayan di desa Paoman, Babad, dan Terusan. Batik Indramayu dibuat dengan rnenggunakan alat sederhana, berupa canting besar. Sedangkan untuk rnengisi bidang yang kosong digunakan complongan. Complongan berbentuk mirip sisir serit, yang ujungnya terdiri dari deretan jarum yang bisa nienghasilkan titik-titik yang disebut cocohan.
Agar pengerjaannya tidak lama, mereka hanya rnemakai satu warna saja, yaitu biru tua atau hitam, merah atau cokelat, yang diperoleh dari tanaman mengkudu dan mahoni. Walau curna mernakai satu warna, umpamanya biru, tetapi hasilnya seakan-akan memakai dua warna, biru tua dan biru muda, karena zat warna melunturi dasarnya. Jarang sekali dermayon memakai dua warna. Ragam hiasnya diilhami alam sekitar seperti udang dalarn motif urang ayu, ganggang dalam motif ganggeng, ikan dalam motif iwak etong, burung data dalam dara kipu, kerang dalam sawat gunting dan kapal dalam motif kapal kandas.
Motif terakhir ini dikenal juga di berbagai kota pelabuhan lainnya, karena adanya hubungan sejak dahulu. Selain itu, layaknya kota pelabuhan, ragam hias dermayon juga ikut dipengaruhi berbagai kebudayaan, seperti kebudayaan Islam, Cina, India, Belanda, Cirebon, dsb. Jadi rnereka juga mengenal pasung pada kepala kain panjang, motif lengko-lengko seperti di Cirebon yang di sini disebut obar-abir dll.

Batik Cirebon


Dari seluruh kota pesisir utara Jawa, batik Cirebon termasuk unik. Cirebon pernah menjadi pusat persinggahan kapal-kapal dari Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia. Selain itu, Cirebon juga merupakan salah satu kota Islam tertua di Jawa. Semua inilah yang ikut membentuk batik Cirebon, yang merupakan perpaduan corak Cina, Eropa, Arab, Hindu serta budaya Cirebon sendiri. Walau secara umum batik Cirebon yang terpusat di Desa Trusmi dan Kalitengah itu termasuk dalam kelompok batik pesisir, tapi ia juga dapat dikatakan masuk dalam kelompok batik keraton.
Cirebon masih memiliki dua keraton, Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman dari abad XVI, yang masih memiliki pengaruh cukup kuat. Ragam hias batik keraton di Cirebon juga lebih bersifat simbolis dan banyak dipengaruhi kebudayaan Hindu Jawa.
Ragam hias sawat, lar, parang menjadi bukti adanya hubungan kebudayaan dengan daerah So1o-Yogya. Ciri Warna dasar batik keraton Cirebon yang didominasi warna putih, biru dan cokelat banyak memiliki corak yang dipengaruhi Cina, Arab dan Hindu. Pengaruh Cina pada ragam bias batik Cirebon umumnya bergaris tebal dan boleh dikatakan bebas dari motif~motif yang mendetail. Ini terlihat jeias pada ragam hias wadasan dan mega mendung, dengan tata Warna yang bergradasi, yang menjadi cirri khas batik Cirebon. Tidak ketinggalan motif binatang dan bunga, seperti kilin, burung hong Serta banji.
Seperti kota-kota pesisir iainnya, ragam hias batik Cirebon juga banyak menampiikan hal-hal yang terkait dengan laut, seperti ikan, udang, ganggeng atau rumput laut Serta kapal keruk. Demikian pula adanya hubungan dengan Indramayu tetangganya, terlihat dari adanya kesamaan dalarn ragam hias kapal kandas misalnya.

Sarung berbadan Bunga latar gribigan


Sarung ukuran 223 X 106 cm Badan: Bunga latar gribigan Kepala: Buketan Tahun: ca.190O Pembatikan: L. Metzelaar Asal: Pekalongan Pengaruh: Belanda

Sarung berbadan Bunga sungsang latar kawatan


Sarung

ukuran 200 X106 cm Baden: Bunga sungsang latar kawatan Kepala: Buketan Tahun: Ca.1900 Pembatikan: L. Metzelaar Asal: Pekalongan Pengaruh: Belanda

Sarung berbadan Dlorong bunga serum


Sarung ukuran 214 X 109 cm Badan: Dlorong bunga serum Kepala: Bunga lili Tahun: ca.189O Pembatlkan: L. Metzelaar Asal: Pekalongan Pengaruh: Belanda

Sarung berbadan Sido mukti


Sarung ukuran 204 x 106 cm Badan: Sido mukti Kepalaz Dlorong Tahun: ca.19OO Pembatikan; L. Metzelaar Asal: Pekalongan Pengaruh: Jawa dan Belanda

Sarung berbadan buket bunga iris


Sarung ukuran 185 x 106 cm Baden: Buket bunga iris Kepala: Bunga kalla lili Tahun: ca. 1870 Pembatikan: A.J.F Jams Asal: Pekalongan Pengaruh: Belanda (Art Nouveau)

Sarung Berbadan Sepasang cenderawasih dan bunga Wisteria


Sarung ukuran 208 x 105 cm Badan: Sepasang cenderawasih dan bunga Wisteria yang bermakna hujan rezeki. Latar: Galaran Kepala: Dlorong bunga mawar Tahun: ca.194O Pembatikan: Oei Khing Liam Asal: Pekalongan Pengaruh: Belanda

Sarung berbadan Lotus dan angsa berpasangan


Sarung ukuran 202 x 107 cm Badan: Lotus dan angsa berpasangan Kepala: Buket bunga anyelir Tahun: ca. 1940 Pembatikan: Liem Giok Kwie Asal: Pekalongan

Sarung berbadan Buketan latar galaran


Sarung ukuran 202 X 106 cm Badan: Buketan latar galaran Kepala: Dlorong Tahun: Ca. 1930 Pembatikan: Phoa Tjong Ling Asal: Pekalongan

Sarung Berbadan dan berkepala Sepasang bangau dan bunga teratai


Sarung ukuran 212 x 106 cm Badan dan kepala: Sepasang bangau dan bunga teratai Motif berpasangan biasanya dipakai untuk pernikahan_ Tahun: ca.1950 Pembatikan: Oh Yoe May Nio Asal: Pekalongan Pengaruh: Belanda

Sarung berdan buket bunga poppy latar ukel satrio


Sarung ukuran 200 X 107 cm
Badan: Buket bunga poppy latar ukel satrio Kepala: Buketan Tahun: ca.193O Pembatikan: Ny.Tan Sin Tjo Asal: Pekalongan Pengaruh: Belanda

Sarung berbadan Lunglungan


Sarung ukuran 202 x 106 cm Baden: Lunglungan Kepala: Buket bunga lili Tahun: ca.192O/1930 Pembatikan: Ny. Tan Pang Soen Asal: Pekalongan Pengaruh: Belanda

Sarung kompeni berbadan kapal laut


Sarung Kompeni ukuram 209 X 106 cm Badan: Kapal laut Kepala: Buketan Tahun: ca.191O/1920 Pembatikan: Ny. Tooho Asal: Pekalongan Pengaruh: Belanda

Sarung berbadab dan berkepala buket dan lataran


Sarung ukuran 196 X 107 cm Badan dan kepala: Buket lataran Tahun: ca. 193O Pembatikan: Ny. Oey Kok Sing Asal: Pekalongan

Sarung berbadan tapal kuda dan cemeti


Sarurig ukuran 200 X 107 Cm Badan: Tapal kuda dan cemeti Kepala: Dlorong Tahun: ca.193O Pembatikan: Ny, Oey Kok Sing Asal: Pekelongan Pengaruh: Belanda. Tapal kuda dianggap pembawa keberuntungan. Batik ini dikenal dengan istilah batik kelengan (bewarna putih biru, dipakai untuk berkabung)_ Keistimewaam lain pada batik ini yaitu ada tulisan bulan dan tahun pembuatarmya pada bagian kepala.

Sarung berbadan buketan latar ukel


Sarung ukuran 213 x 106 cm Badan: Buketan latar ukel Kepala: Dlorong Tahun:ca.193O Pembatikan: Phoa Tjong Ling Asal: Pekalongan

Sarung jagad manuk



Sarung berbadan bunga teratai latar limaaran


Sarung ukuren 210 x 106 cm Badan: Bunga teratai latar limaaran Kepala: Dlorong Tahun: ca.191O/1920 Pembatikan; Lie Tjoe Nio Asal :Pekalongan Pengaruh:Cina

Sarung berbadan ayam puger latar galaran


Sarung ukuran 209 X 109 cm Badan: Ayam puger latar galaran Kepaia: Buket bunga mawar Tahun: Ca.193O Pembatikan: The Tie Siet Asal: Pekalongan Pengaruh: Jawa dan Belanda Badan sarung ini memakai corak ayam puger yang merupakan motif Jawa dari Solo/Banyumas dan biasanya warnanya hitam soga. Pada sarung ini ayam puger-nya berwarna, karena merupakan asimilasi antara motif Vorstenlanden dengan pesisiran.

Sarung berbadan Buket bunga soka Iatar kawatan dan berbadan Buket bunga margriet latar kawatan/jubin


Sarung ukuran 208 x 106 cm Badan: Buket bunga soka Iatar kawaatan Téhun: ca.1935 Pembatikan: Kwee Nettie Asal: Kedungwuni/Pekalongan Sarung ukuran 202 x 107 cm Baden: Buket bunga margriet latar kwaatan/jubin Kepala: Buket bunga margriet Iatar kembamg asam Tahum:ca.1940 Pembatikan: Kwee Nettie Asal: Kedungwuni/Pekalongan

Celana Pangsi


Augusta de Wit, seorang wanita Belanda kelahiran Sibolga tahun 1864, menetap di Eropa sejak berumur 10 tahun. Kemudian, sebagai wartawan, ia datang ke Jawa awal abad XX. Pengalamannya dibukukan dalam Java, Facts and Fansies. Hari pertama di Batavia, ia terkejut melihat pakaian orangorang Eropa penghuni hotel yang sama dengannya. Menurut Augusta de Wit, kaum wanita Eropa mengenakan pakaian yang tampaknya seperti pakaian penduduk asli, yaitu sarung dan kebaya. Kebayanya terbuat dari kain tipis putih yang dihiasi banyak renda. Di bagian depannya disemat dengan peniti-peniti hiasan yang diuntai dengan rantai emas. Lebih mencengangkan lagi ialah pakaian kaum prianya.
Di saat santai, mereka memakai baju tidak berkerah. Celananya dari batik tipis, bermotif bunga-bunga merah dan biru, ada pula yang bergambar kupu-kupu dan naga. Dulu batik memang menjadi pakaian santai sehari-bari kaum pria Eropa dan Indo-Eropa. Bukan sebagai kemeja, tetapi sebagai celana. Celana pangsi adalah celana yang panjangnya lebih bawah sedikit dari lutut dan longgar, sehingga nyaman dipakai.
Walaupun untuk pakaian santai, batik tulis untuk celana pangsi, memiliki motif yang tidak sembarangan. Tidak jarang motifnya sama dengan yang digunakan untuk pakaian perempuan. Motif apapun bisa dijadikan celana pangsi, entah itu swastika, burung, atau bunga dan naga sekali pun, seperti yang dilihat Augusta de Wit. Sama dengan kain panjang ataupun kain sarung, bahan untuk celana pangsi ini pun memiliki ukuran yang sudah pasti, biasanya Sekitar 160x106 cm, dengan toleransi perbedaan panjang dan lebar 1-2 cm. Bahan untuk celana pangsi dihasilkan di kota~kota terkenal yang memproduksi batik pada umumnya, antara lain Pekalongan, Cirebon, Lasem, Temanggung, Madura, Juwana.
Salah seorang yang diketahui memproduksi bahan untuk celana pangsi adalah Gan Tjoe Liam di Pekalongan. Walaupun sudah ada kain khusus untuk celana pangsi, tapi ada juga orang yang memanfaatkan kain panjang. Padahal tata letak motif di bahan khusus untuk celana pangsi sudah diperhitungkan agar kelak jatuhnya simetris di kaki celana kiri dan kanan. Celana pangsi yang Anda lihat ini dibuat tahun 1890 dan 1900. Mulai tahun 1920 orang-orang Eropa dau keturunan Eropa mulai meniuggalkan batik sebagai pakaian sehari-hari, sehingga pada tahun 1930~an praktis tidak ada ltgi yang mempergunakannya dan kini menjadi buruan kolektor.

Batik Banyumas


Dibandingkan dengan batik pesisir yang lain, batik Banyumas paiing dekat ke batik Solo. Maklumlah letaknya bukan di pesisir. Di masa yang lalu orang Banyumas mendapat tugas menjadi penjaga perbatasan dan penarik pajak untuk keraton. Batik Banyumas biasa disebut banyumasan dan memakai sogan yang agak kuning kemerahan, seperti yang dibuat oleh Jonas, pembatik keturunan Belanda di Solo. Warna Iatarnya gading, lebih muda dari batik Solo dan mengilhami warna latar gumading pada batik Ciamis, Tasikmalaya, dan Garut yang berdekatan.
Di Banyumas dikenal corak batik yang disebut ayam puger, konon nama itu diilhami oleh kedatangan Pangeran Puger ke kawasan itu, saat mengungsi dalam perang saudara di Mataram. Ragam hiasnya banyak dipengaruhi ragam hias Solo seperti parang curiga, lar, tambal dsb. Namun mempunyai corak khas sendiri seperti plonto galaran seling parang klitik, godong lumbu atau daun keladi, jahe serimpang dan ayam puger. Di sini, batik tulis Iebih banyak dibuat oleh keluarga ningrat Banyumas seperti keluarga Pangeran Arya Gandasubrata yang menjadi bupati di sana 1913-1933. Bupati itu mcnciptakan corak parang gandasuli dan madu bronto untuk keturunannya.
Kalau di masa yang lalu pembatikan banyak dikelola oleh perempuan, maka di Banyumas pria pun ada yang menjadi pembatik. Kita juga ingat, bahwa salah seorang perintis batik belanda yang andal, Ny. Catharina Carolina van Oosterom yang mulai membuka pembatikan di Ungaran dekat Semarang sekitar tahun 1845-an, pada tahun 1855 pindah ke Banyumas.
Perempuan Indo—Be1anda yang sudah sukses di Ungaran itu, ternyata berhasil pula di tempat yang baru. Ia menghasilkan kain-kain yang kepalanya indah terdiri atas berbagai variasi pasung dan badannya sangat variatif, umumnya berbau Eropa, mulai dari bunga, buah anggur, berbagai binatang, sampai malaikat, Cupido yang suka menembakkan panah asmara dan dongeng-dongeng.
Warn-wamanya merah kelam, biru atau hitam dan krem, yang agak berbeda daripada di Ungaran, mungkin karena pengaruh air tanah yang berbeda. Batik—batiknya populer di kalangan wanita keturunan Cina. Karena itu juga ia membuat batik dengan motif dari mitoiogi Cina. Karyanya juga disukai kalangan masyarakat Bandung yangsejak dulu merupakan pusat mode dan pernah dijuiuki Parijs van Java, Paris dari Jawa. Sepérti di mana-mana, di sini pun dijumpai pemilik pembatikan Cina pcranakan.

Batik Kudus


Menurut Nian S. Djoemena, ada pendapat yang menyatakan bahwa batik berhiaskan kaligrafi Arab yang kini dibuat di Cirebon, Jambi dan Bengkulu, mula-mula dibuat di Demak dan Kudus. Kain batik itu mendapat pasaran yang baik, di antaranya di Jarnbi dan Bengkulu, yang kini membuatnya sendiri. Kemudian di Demak dan Kudus berkembang batik jenis lain. Konon ada orang-orang Cina dari Demak, Kudus dan Semarang yang mendatangkan perajin-perajin batik dari Pekalongan, untuk membuat batik seturut selera mereka. Ketiga daerah itu menghasilkan batik yang nyaris sama. Pada umumnya latarnya luar biasa rnmit dan berwarna cokelat.
Corak utamanya bisa buketan, bunga, burung, dan kupu-kupu. Pembatik Cina peranakan yang menghasilkan batik Kudus paling halus pengerjaannya adalah Lie Boen In dan Liem Wie Tjioe. Lie Boen In tidak membuat batik besar-besaran. Pembatikannya hanya mernbuat batik untuk keperluan keluarga mereka dan pelanggan terbatas. Karena jumlahnya sedikit dan mutunya prima, sekarang batiknya banyak dicari kolektor.
Walaupun Dernak dan Kudus menghasilkan batik yang indah, tetapi kejayaannya tidak bertahan, karena penduduknya tidak memiliki tradisi membatik. Beda dengan Pekalongan. Batik gaya Kudus malah kemudian dibuat di Pekalongan seperti oleh Liem Siok Hien yang menuliskan “Kudus” pada kain batiknya, yaitu kalau dibuat dengan gaya Kudus

Batik Lasem


Lasem di masa yang lampau termasyhur karena warna merahnya yang dijuluki abang getih pithik (merah darah ayam). Warna merah alami itu diperoleh dari akar mengkudu dan tidak bisa ditiru di tempat-tempat lain. Banyak orang di luar Lasem ingin mengetahui resep Warna merah yang sangat dirahasiakan itu. Namun diduga merah yang bagus itu disebabkan bukan cuma karena ramuan zat warnanya, tetapi juga karena kandungan mineral pada air di daerah itu, yang dipakai melarutkan zat Warna. Lasem bukan cuma menghasiikan batik sendiri, tetapi juga memasok blangkoan untuk sentra batik lain seperti Pekalongan, Solo, dll. Blangkoan adaiah kain putih yang kepala dan pinggirnya sudah dibatik dengan warna merah dari akar mengkudu, tetapi badannya dibiarkan kosong. Blangkoan ini akan dibeli pembatik-pembatik di tempat lain, untuk diisi badannya dengan ragam hias dan wama-warna lain. Salah satu ciri hiasan pinggir pada batik Lasem dan blangkoan adalah bunga anyelir atau carnation, yang di sini disebut celuki atau teluki.
 Karena Lasem terkenal merahnya, Solo soganya dan Pekalongan birunya, sampai-sampai ada jenis batik mahal yang disebut “tiga negeri” yaitu yang merahnya dibuat di Lasem, birunya di Pekalongan dan soganya di Solo. Namun tiga negeri juga bias dibuat umpamanya saja merahnya di Lasem, soganya di Batang dan birunya di Pekalongan. Ada juga tiga negeri yang rnerahnya dibuat di Semarang, birunya di Kudus dan soganya di Demak, tetapi merah Semarang agak mengarah ke jingga dan soga Demak tidak sama dengan soga Solo. Di Lasem, ada batik yang dihasilkan oleh penduduk desa di rumah masing-masing di kala senggang.
 Ada pula yang dikerjakan oleh buruh batik di pernbatikan-pembatikan dan sangat dipengaruhi kebudayaan Cina. Yang kedua ini lebih banyak berperan dan disebut laseman. Lasem yang terletak dekat perbatasan Iawa Tengah dengan Iawa Timur merupakan Salah satu dari tiga pelabuhan penting pada Zaman Majapahit dan tempat persinggahan paling awal dari para perantau Cina yang lalu menyebar ke Demak, Kudus dan sekitarnya. Jumlah penduduk keturunan Cina juga besar di sana. Penampilan laseman berbeda daripada batik Pekalongan yang dihasilkan penduduk Cina peranakan, terutama Warnanya.
Menurut Nian S. Djoemena, tata warna laseman mengingatkan pada benda-benda porselin kuno dari Cina Kalau kita lihat batik-batik laseman dari koleksi ini, kita akan paham maksud beliau. Tata Warna itu adalah: Bangbangan, yaitu ragam hias merah di atas dasar putih susu (off white) atau sebaliknya. Kelengan, yaitu ragam hias biru di atas latar putih susu atau sebaliknya. Bang biron, yaitu ragam hias rnerah dan biru di atas latar putih susu. Bang ijo, yaitu ragam hias merah, biru dan hijau di atas dasar putih susu. ` Bang ungon, yaitu ragam hias merah dan ungu di atas dasar putih susu. Selain itu didapati juga batik-batik yang mernakai warna soga.
Batik penduduk desa juga memakai Warna merah, biru dan hijau. Lasem dan Indramayu juga sama-sama menerapkan motif iatar yang khas, yaitu titik-titik yang disebut cocohan. Batik yang memakai soga ini ada yang motifnya disebut Kendoro-Kendiri, lasem sekar jagad, gringsing, lasem lunglungan, parang sekar es teh, dsb. Ragam hias pasung, pohon hayat, parang, lan kawung, ceplok menunjukkan pengaruh India dan Hindu-Jawa.

Batik Tegal


Corak batik Tegal termasuk besar, berupa fauna dan flora dan juga lar atau sayap garuda. Kita juga menemukan corak gribigan, beras mawar batu pecah, ukel, dan corak yang disebut kuku macan dan tapak kebo. Pedagang-pedagang batik dari Tegal, pada masa yang silam membawa dagangannya sampai Tasikmalay dan Garut, sehingga ikut memengaruhi batik di tempat-tempat itu. Sebagai kota pesisir, Tegal pun tidak luput dari pengaruh Cina dan Belanda dan terutama dari tetangganya, Pekalongan. Bedanya dengan Pekalongan sering hanya di variasi warna. Di Pekalongan, warna pada badan biasanya lebih muda. Selain itu batik Tegal tidak terlalu banyak memakai isen-isen.

Batik Batang


Batang letaknya cuma 8 km dari Pekalongan. Seperti Pekalongan, kota ini juga menghasilkan batik dan bukan sembarang batik. Ciri batik Batang sama seperti batik Pekalongan, tetapi warna-warnanya lebih kelam. Salah satu perbedaan dapat dilihat dari batik bang biron. Di Pekaiongan batik bang biron biasanya memakai latar berwarna krem tetapi di batik Batang latarnya berwarna kopi susu.

BATIK UNTUK ANAK-ANAK

Anak-anak juga memakai kain batik. Panjang dan lebamya tentu saja disesuaikan. Berikut ini tiga contoh sarung untuk anak-anak.

BATIK DJAWA HOKOKAI


Antara tahun 1942-1945, Indonesia dijajah oleh Jepang. Sekitar masa itu, muncul jenis batik pesisir yang berbeda daripada yang sebelumnya, terutama di Pekalongan dan sekitarnya seperti Kedungwuni dan Batang. Batik itu disebut Batik Djawa Hokokai, menurut nama organisasi bentukan Jepang yang beranggotakan orang Indonesia, tetapi dipimpin oleh kepala pemerintahan militer Iepang. Ciri utamanya adalah warnanya sangat beraneka ragam. Pada satu kain bisa lima sampai enam Warna dengan kombinasi yang berani seperti merah muda dengan hijau atau ungu dengan kuning. Pewarnaan dilakukan dengan warna kimia, dengan pencelupan beruiang-ulang.
Berarti membutuhkan pelorodan malam dan penutupan kembali dengan malam berulang-ulang pula. Ada yang mengatakan, batik Djawa Hokokai juga memakai sistem colet, tapi persentasenya kecil sekali. Menurut Eiko Adnan Kusuma, seorang kolektor batik, teknik pewarnaan batik itu mirip dengan yuzen, yaitu teknik pewarnaan kain yang popular di Jepang sejak tahun 1700. Ciri-cirinya: warna cenderung terang, gambar motif sesuai aslinya dan efek tiga dimensi yang diperoleh dari permainan warna. Kalau efek tiga dimensi pada yuzen diperoleh dengan keterampilan menggunakan kuas, maka pada kain Djawa Hokokai merupakan hasil ketelitian pembatik rnembubuhkan malam dan memberi isen-isen yang sangat halus.
Motif utama batik ini, berupa bunga-bungaan berukuran besar. Bunga yang sering muncul adalah peony seruni, sakura dan bunga-bunga yang pernah ada sebelum Zaman Jepang. Seperti layaknya batik pesisir, ragam hiasnya bersifat naturalis. Motif lain yang sering muncul adalah kupu-kupu dengan sayap warna-warni, burung merak dan kipas. Kupu-kupunya besar, bukan sekadar motif tambahan seperti sebeium Zaman Iepang. Motif itu diatur seperti pada kain batik terang bulan, yaitu pada dua pinggir kain. Susunan motif utama seperti ini oleh orang Jepang disebut sushomoyo. Susho artinya motif border bawah dan ditemui juga pada kimono yang motifnya penuh dan ramai di bagian bawah, tetapi makin ke atas makin kecil atau makin jarang.
Kalau batik terang bulan biasa memiiiki latar polos, sebaliknya latar batik Djawa Hokokai dipenuhi motif yang lebih kecil, biasanya motif khas Indonesia seperti tanahan semarangan, kawung, atau parang. Tanahan semarangan yang motifnya kecil-kecii mulai dibuat oleh pembatik Cina peranakan di Solo tahun 1940 dan disukai wanita Cina peranakan di Semarang.

ELIZA CHARLOTTE (LIES) VAN ZUYLEN


Batik van Zuylen atau“panselen” menurut lidah banyak orang, merupakan batik belanda yang paling terkenal. Lies pekerja keras yang memiliki jiwa bisnis. Tahun 1890 ia mulai membuka pembatikan di Pekalongan dan tahun 1918 sudah menjadi pemilik pembatikan Indo-Eropa terbesar di Iawa. Kalau kita perhatikan batik-batiknya yang dibuat tahun 1900, ia sudah berani memakai motif yang sama untuk badan dan kepala. Di badan, motif kepala diulang beberapa kali.
Walaupun sudah dikenal sebelurnnya, E. Van Zuylen-lah yang memopulerkan buket bunga, yang kemudian disebut buketan dan ditiru dan bahkan dijiplak para pesaingnya di sepanjang pesisir Iawa. Buketan ini bertahan lama, bahkan masih ada penggemarnya di abad XXI.
Begitu pula warna-warna pastelnya. Penggemar batiknya tidak terbatas pada golongan Indo-Eropa. Saking banyak pesanan, kadang-kadang ia terpaksa meininta bantuan perajin di luar pembatikannya dan hasilnya tidak sebaik batik yang dikerjakan di bawah pengawasan ketat di pembatikannya. Katana batiknya banyak disukai, banyak pula yang memalsukannya.
Setelah tahun 1940 ia mengalami kesulitan menulis, sehingga tidak menandatangani lagi kainnya. Na,un penggemarnya tahu mana karyanya yang asli walaupun tanpa tanda tangannya. Eliza (Lies) van Zuylen yang lahir tahun 1863, meninggal di Pekalongan pada tahun 1947.