Berarti membutuhkan pelorodan malam dan penutupan kembali dengan malam berulang-ulang pula. Ada yang mengatakan, batik Djawa Hokokai juga memakai sistem colet, tapi persentasenya kecil sekali. Menurut Eiko Adnan Kusuma, seorang kolektor batik, teknik pewarnaan batik itu mirip dengan yuzen, yaitu teknik pewarnaan kain yang popular di Jepang sejak tahun 1700. Ciri-cirinya: warna cenderung terang, gambar motif sesuai aslinya dan efek tiga dimensi yang diperoleh dari permainan warna. Kalau efek tiga dimensi pada yuzen diperoleh dengan keterampilan menggunakan kuas, maka pada kain Djawa Hokokai merupakan hasil ketelitian pembatik rnembubuhkan malam dan memberi isen-isen yang sangat halus.
Motif utama batik ini, berupa bunga-bungaan berukuran besar. Bunga yang sering muncul adalah peony seruni, sakura dan bunga-bunga yang pernah ada sebelum Zaman Jepang. Seperti layaknya batik pesisir, ragam hiasnya bersifat naturalis. Motif lain yang sering muncul adalah kupu-kupu dengan sayap warna-warni, burung merak dan kipas. Kupu-kupunya besar, bukan sekadar motif tambahan seperti sebeium Zaman Iepang. Motif itu diatur seperti pada kain batik terang bulan, yaitu pada dua pinggir kain. Susunan motif utama seperti ini oleh orang Jepang disebut sushomoyo. Susho artinya motif border bawah dan ditemui juga pada kimono yang motifnya penuh dan ramai di bagian bawah, tetapi makin ke atas makin kecil atau makin jarang.
Kalau batik terang bulan biasa memiiiki latar polos, sebaliknya latar batik Djawa Hokokai dipenuhi motif yang lebih kecil, biasanya motif khas Indonesia seperti tanahan semarangan, kawung, atau parang. Tanahan semarangan yang motifnya kecil-kecii mulai dibuat oleh pembatik Cina peranakan di Solo tahun 1940 dan disukai wanita Cina peranakan di Semarang.
No comments:
Write komentar