Tuesday, 26 February 2019
Batik Madura
Motif dan warna yang tertuang di dalam kain batik Madura mefefleksikan karakter masyarakatnya. Pelaut Madura terkenal hebat. Berbulan-bulan Iamanya mereka meninggalkan kampung halamannya untuk berdagang antarpulau. Selain membawa hasil bumi, ternak dan kayu, para pelaut yang juga nelayan ini ikut memasarkan batik saat mereka berdagang ke Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem dan berbagai tempat lainnya. Batik Madura dibuat oleh para Wanita yang ditinggal di kampung, di sela-sela kesibukan bertani untuk meningkatkan penghasilan. Demikianlah, batik Madura dikerjakan secara tradisional dan tidak terlalu masal.
Daerah pembatikan di Madura yang terkenal ada di Bangkalan, kecamatan Tanjung Bumi, di Sampang, Pamekasan, juga di Sumenep. Seperti umumnya batik pesisir, ragam hias Serta warna batik Madura juga beraneka warna. Warna utama batik Madura umumnya merah, merah tua atau jingga, biru tua, hijau tua, hitam dan putih. Namun dalam perkembangannya, akibat terkena proses modernisasi, dan permintaan pasar, terutama di Pamekasan, batik Madura kemudian juga mulai menggunakan warna seperti biru muda, cokelat muda. Sedangkan ragam hias batik Madura bersifat naturalistis. Apa yang dilihat di alam sekitar, itulah yang digambar. Contohnya, ayam bekisar, udang, kepiting maupun tumbuh-tumbuhan. Semua itu digambarkan secara mencolok, kuat dan berani, yang merupakan ciri lain dari batik Madura.
Akibat hubungan dagang, tentunya ragam hias batik Madura juga tidak lepas dari pengaruh luar. Pengaruh Solo-Yogya jelas terlihat dari adanya motif lar atau sawat pada batik Madura yang disebut Sabet rantay, Sabet kraton. Corak kerang atau kemeh atau yang di Jawa disebut keong pada batik Madura, jelas memperlihatkan adanya pengaruh dari India. Sedangkan ragam hias burung hong, kupu-kupu dan banji, merupakan pengaruh budaya Cina, selain buketan yang biasa disebut blendeh sebagai pengaruh dari Belanda. Hanya saja ragam hias batik Madura tidak mengenal stilisasi. Semua bentuk diwujudkan secara utuh, tidak membentuk symbol-simbol tertentu.
Coraknya biasanya digambarkan besar-besar sehingga motif yang kecil-kecil tidak menonjol. Ini erat hubungannya dengan sifat alamnya yang keras, dan watak orang Madura yang berani dan tegas. Ragam hias pada kain mori yang digambarkan tanpa menggunakan mal atau patron itu, juga merupakan gambaran sifat yang bebas, tidak mau terikat pada pola tertentu. Isen sebagai pengisi latar belakang maupun motif utama juga ada pada batik Madura yang dikenal dengan sebutan guri (oret-oretan). Mirip denganbatik Pekalongan, guri ikut menentukan baik atau kurang baiknya mutu sehelai kain batik Madura.Semakin balus dan semakin banyak jenis guri yang dipakai, semakin tinggi pula mutu batik tersebut. Guri biasanya menggambarkan benda-benda yang lekat dengan keadaan sehari-hari, seperti jenis-jenis tumbuban.
Sebagai contoh, carcena (pacar cina), sesse (sisik ikan) atau rebba monyo (rumput liar) dsb. Begitu berperannya guri, sampai kain batik Madura juga sering disebut berdasarkan guri yang mendominasi sehelai batik. Misainya batik yang dihiasi dengan guri pacar cina disebut dengan batik carcena.Atau bila ada dua motif guri yang menonjol, seperti guri sisik ikan (sesse) dan guri pacar tina (carcena) misainya, maka batik itu disebut sesse carcena, Sedangkan kain batik dengan latar kosong atau putih disebut tarpote dan untuk yang berlatar belakang wama-warni disebut berna an.
Namun, ada juga sebutan yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan guri. Seperti batik Tasek Malaya, berupa garis berombak-ombak, konon merupakan imajinasi istri para pelaut yang membayangkan suaminya sedang berlayar ke Malaya. Kekhasan batik Madura lainnya adaiah tidak adanya batik cap, sekalipun untuk batik murah. Untuk batik harga murah ini, ragam hias digambarkan langsung di atas kain putih dan dibatik dengan menggunakan canting kasar dan hampir tidak ada isen.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Write komentar